Translator machine

Minggu, 27 Juli 2014

real score is not a "real score"

A : eh ip lu berapa semester ini? naik apa turun?
Bapak : gimana IPnya mas?
Dosen : gimana IPnya semester ini? gak turun kan?

yah itulah sebuah objek yang akan selalu ditanyakan saat masa liburan atau baru masuk semester baru. entah kenapa gue ga tertarik banget ngomongin soal ginian. Objek kaya gini kadang menjerumuskan orang ke jurang kalo ga disikapi dengan benar. jurang kesombongan, jurang pesimistis lah ya pokoknya gimana kita menyikapi itu.

Saat ini gue mau meninggalkan semester 6 dan masuk ke tingkat akhir dan menjadi kakak tingkat yang paling senior dijurusan (kalo angkatan diatas udh lulus semua), seharusnya ini bisa jadi pengingat kalo umur gue harusnya udh ga lama lagi buat jadi mahasiswa strata 1. di semester 6 tuh ada yang namanya praktek lapang, sebuah masa dimana gue dan mahasiswa semester 6 lainnya bakal turun ke masyarakat langsung buat nerapin ilmu yang udh kita pelajari selama ini.

Buat gue, inilah penilaian yang sesungguhnya buat mahasiswa apakah dia paham bener ga sama mata kuliah yang udah dia pelajari selama ini dan lebih pentingnya lagi adalah bisa ga sih dia nerapin semua ilmu itu untuk membenarkan yang salah dan membantu masyarakat di lapangan atau lebih dikenal dengan "dunia nyata". Beberapa hari masa praktek lapang berjalan gue bener-bener ga menikmatinya, pasalnya adalah bukan karena lingkungan masyarakatnya yang ga nyaman tapi entah kenapa semua kerasa "blank" tentang apa yg gue pelajari. sehingga gue mau nyari permasalahan untuk diselesaikan aja bingung gimana nyari solusinya. dari situ muncul refleksi kalo ternyata gue ga jauh dari robot yang belajar cuma untuk mencapai nilai yang gede doang. padahal itu yg gw takutin dari SMA, belajar berorientasi nilai. Padahal masa-masa ini adalah masa dimana gue dan temen2 lainnya diuji akan pemahaman semua mata kuliah yang udah dipelajari.Sial.

Bersyukurnya gue punya pacar yg bisa menyemangati dan selalu memberi nasihat serta membuat gue iri. iri banget. dia adalah mahasiswa yang semester 6 nya melakukan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) berbeda dengan praktek lapang yang cenderung terjun di unit usaha atau perusahaan, KKP lebih ditujukan ke masyarakat langsung. yang bikin gw iri adalah dia terjun dalam kondisi yang unsteady banget, yah taulah gimana kehidupan masyarakat bukan suatu variabel yang sedikit, seribu masyarakat didesa dengan pola pemikiran yang berbeda-beda. Tetapi dengan mudah dan mulusnya dia mampu membuat suatu program yang bisa menyatukan masyarakat yang kemudian diberikan penyuluhan oleh dia. gw merasa kalah banget, dia dengan keadaan yang sulit aja bisa menerapkan ilmu yg udh dipelajari selama ini. sedangkan gue pada kondisi perusahaan yang jadwalnya relatif tetap, kegiatannya setiap hari sama tapi sulit banget menemukan permasalahan dan solusinya.

So, this is the real score, the real challange. bagi gue IP atau IPK hanyalah penilaian saat ujian dan yaa sedikit lah pemahamannya. Banyak variabel yang bisa menentukan besarnya IPK dalam 2 jam x jumlah ujian dalam tiap semester. meskipun mungkin gue dan yang lain akan sulit untuk menemukan masalah dan solusi saat praktik lapang, setidaknya kita mesti sadar bahwa nilai hanyalah sebuah objek yang akan berada pada ijasah (mungkin) yang hanya dibawa saat ngelamar kerja dan selebihnya disimpan di lemari untuk jaga-jaga. Sementara yang kita butuhkan untuk menghadapi "real world" diantara kecakapan komunikasi, keterampilan bekerja, pengalaman dalam bidang apapun, leadership, dan yang paling penting adalah attitude. pada praktek lapang inilah saatnya kita berkaca bahwa inilah kemampuan yang kita dapet selama ini, masih jauh kan untuk bisa jadi praktisi di dunia nyata apalagi seorang ahli.

Jadi, janganlah sombong dengan apa yang kita dapat dalam sebuah web KRS, janganlah kita pesimis juga. tugas kita di dunia ini adalah untuk ibadah kepada Allah swt dan berdoa, berusaha, serta belajar sebanyak-banyaknya tanpa membatasi diri kita sendiri dengan belajar ilmu di bidang kita saja atau di jurusan kita saja.

Semangat mahasiswa semester akhir. Berusahalah sebaik-baiknya dan biarkanlah allah swt yang menentukan skenario terbaik yntuk hidup kita.